Berapa jenis cacing yang Anda kenal?
Boleh jadi, yang paling akrab di telinga adalah cacing tanah atau cacing
parasit dalam tubuh kita semacam cacing keremi, cacing cambuk atau cacing tambang. Pernahkah Anda mendengar jenis cacing lain? Bagaimana dengan cacing hati?
Binatang yang satu ini juga tergolong cacing parasit yang menumpang
hidup pada inangnya. Kabar buruknya, ia cukup berbahaya. Tapi kabar
baiknya, ia hanya dijumpai pada organ hati binatang ternak terutama sapi
ataupun babi.
Berkenalan Dengan Si Cacing Hati
Nama latin cacing ini adalah Fasciola hepatica. Ia tergolong kerabat Trematoda (Platyhelminthes). Cacing ini memiliki ukuran panjang yang berkisar di angka 2,5 cm sampai 3 cm. Sementara itu lebarnya 1 sampai 1,5 cm. Mulut si cacing hati ini cenderung runcing dan dikelilingi oleh alat penyedot, letaknya di sebelah ventral dan sedikit di wilayah belakang mulut. Penyedot ini dijumpai juga di alat kelamin cacing. Tubuh si cacing ini dipenuhi sisik yang kecil dari kutikulanya. Adapun fungsinya sebagai pelindung tubuh serta membantu gerak si cacing.
Daur Hidup Cacing Hati
Cacing hati ini tidak memiliki anus. Adapun alat ekskresinya adalah sel api. Cacing hati tergolong hewan hermaprodit, ia berkembang biak dengan melakukan pembuahan secara mandiri ataupun melakukan perkawinan silang. Cacing hati ini bisa menghasilkan telur kurang lebih 500.000 butir. Sebagai perbandingan bagi Anda, dalam hati domba misalnya bisa dijumpai 200 ekor cacing hati bahkan lebih. Dengan demikian, telur yang dihasilkan tentu sangat banyak. Karena itu, telur si cacing hati ini akan ikut keluar pada saat ternak mengeluarkan kotorannya. Apabila terlu tersebut menempati tempat yang basah maka selanjutnya ia akan menjadi larva bersilia yang dikenal dengan istilah mirasidium. Larva ini selanjutnya akan berenang dan jika bertemu dengan siput jenis Lymnea Auricularis maka ia akan menempel pada mantel siput tersebut.
Pada tubuh siput Lymnea Auricularis, si silia tidak memiliki guna lagi dan akan berubah menjadi sporakista. Sporakista ini sendiri bisa menghasilkan larva lainnya dengan jalan pathogenesis yang dikenal dengan nama redia. Selanjutnya si redia ini akan mengalami proses parthenogenesis dan membantuk apa yang dikenal dengan serkaria. Si Serkaria ini kemudian meninggalkan tubuh si siput dan kembali berenang dan menempel pada rerumputan. Apabila keadaan tidak menguntungkan seperti kekeringan, maka si serkaria ini akan merubah dirinya menjadi metaserkaria yang kulitnya menebal. Dalam keadaan inilah hewan ternak berpotensi terkena cacing hati sebab ia mengkonsumsi rerumputan yang terdapat metaserkaria. Selanjutnya metaserkaria ini akan meretas usus ternak dan kemudian masuk ke dalam organ hati. Bertelur dan kembali lagi ke siklus awalnya.
Cacing hati ini cukup berbahaya oleh sebab itu peternak harus cermat memilih rumput yang hendak ia berikan pada hewan peliharannya.
Berkenalan Dengan Si Cacing Hati
Nama latin cacing ini adalah Fasciola hepatica. Ia tergolong kerabat Trematoda (Platyhelminthes). Cacing ini memiliki ukuran panjang yang berkisar di angka 2,5 cm sampai 3 cm. Sementara itu lebarnya 1 sampai 1,5 cm. Mulut si cacing hati ini cenderung runcing dan dikelilingi oleh alat penyedot, letaknya di sebelah ventral dan sedikit di wilayah belakang mulut. Penyedot ini dijumpai juga di alat kelamin cacing. Tubuh si cacing ini dipenuhi sisik yang kecil dari kutikulanya. Adapun fungsinya sebagai pelindung tubuh serta membantu gerak si cacing.
Daur Hidup Cacing Hati
Cacing hati ini tidak memiliki anus. Adapun alat ekskresinya adalah sel api. Cacing hati tergolong hewan hermaprodit, ia berkembang biak dengan melakukan pembuahan secara mandiri ataupun melakukan perkawinan silang. Cacing hati ini bisa menghasilkan telur kurang lebih 500.000 butir. Sebagai perbandingan bagi Anda, dalam hati domba misalnya bisa dijumpai 200 ekor cacing hati bahkan lebih. Dengan demikian, telur yang dihasilkan tentu sangat banyak. Karena itu, telur si cacing hati ini akan ikut keluar pada saat ternak mengeluarkan kotorannya. Apabila terlu tersebut menempati tempat yang basah maka selanjutnya ia akan menjadi larva bersilia yang dikenal dengan istilah mirasidium. Larva ini selanjutnya akan berenang dan jika bertemu dengan siput jenis Lymnea Auricularis maka ia akan menempel pada mantel siput tersebut.
Pada tubuh siput Lymnea Auricularis, si silia tidak memiliki guna lagi dan akan berubah menjadi sporakista. Sporakista ini sendiri bisa menghasilkan larva lainnya dengan jalan pathogenesis yang dikenal dengan nama redia. Selanjutnya si redia ini akan mengalami proses parthenogenesis dan membantuk apa yang dikenal dengan serkaria. Si Serkaria ini kemudian meninggalkan tubuh si siput dan kembali berenang dan menempel pada rerumputan. Apabila keadaan tidak menguntungkan seperti kekeringan, maka si serkaria ini akan merubah dirinya menjadi metaserkaria yang kulitnya menebal. Dalam keadaan inilah hewan ternak berpotensi terkena cacing hati sebab ia mengkonsumsi rerumputan yang terdapat metaserkaria. Selanjutnya metaserkaria ini akan meretas usus ternak dan kemudian masuk ke dalam organ hati. Bertelur dan kembali lagi ke siklus awalnya.
Cacing hati ini cukup berbahaya oleh sebab itu peternak harus cermat memilih rumput yang hendak ia berikan pada hewan peliharannya.